DIDUGA lantaran kecewa atas program bupati Purwakarta berupa pendirian patung, ratusan warga menghancurkan beberapa patung wayang tokoh Bima, Semar, Gatotkaca yang bertengger di sejumlah lokasi di kota Purwakarta, Jawa Barat. Perusakaan patung-patung tersebut dilakukan sesaat setelah para pelaku selesai mengikuti istigosah di Masjid Agung Purwakarta.
Kejadian itu kemudian menuai banyak kecaman dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya dari seniman semarang yang tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Budaya Nusantara (Format Bara) yang mengutuk keras aksi perusakan sejumlah patung wayang tersebut.
Menurut Dawud Budiyanta, Koordinator Aksi Damai Format Bara, aksi perusakan tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap media pendidikan moral dan spiritual bangsa. Menurutnya, sebagai masyarakat Indonesia seharusnya kita menjunjung tinggi warisan budaya leluhur.
“Memang itu sekadar benda, tetapi jika bisa menelaah lebih dalam disitu banyak terkandung nilai-nilai moral dan spiritual yang sangat luhur dan universal,” ucapnya, di sela aksi yang berlangsung di Jalan Pahlawan, Semarang, Kamis (29/9).
Dalam aksinya, mereka mendesak Kapolri segera menuntut tuntas pelaku perusakan patung wayang di Purwakarta untuk diberi hukuman sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mereka juga meminta Gubernur dan Kapolda Jateng segera melakukan upaya antisipatif agar tidak terjadi lagi, khususnya di wilayah Jawa Tengah. Selain itu, mereka juga berharap masyarakat tidak terprovokasi atas kejadian tersebut.
“Jika kita sudah lupa pada akar budaya kita yang penuh nilai dan ajaran hidup yang universal ini, maka tunggulah saat kehancuran kita,” tegasnya.
Sebenarnya aksi perusakan patung wayang tidak hanya sekali terjadi di Purwakarta, awal bulan puasa lalu, sebuah patung wayang yang bertengger di perempatan Jalan Tengah, kota Purwakarta juga dibakar massa.
Wayang, Bayangan, Tuntunan
Kejadian itu kemudian menuai banyak kecaman dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya dari seniman semarang yang tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Budaya Nusantara (Format Bara) yang mengutuk keras aksi perusakan sejumlah patung wayang tersebut.
Menurut Dawud Budiyanta, Koordinator Aksi Damai Format Bara, aksi perusakan tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap media pendidikan moral dan spiritual bangsa. Menurutnya, sebagai masyarakat Indonesia seharusnya kita menjunjung tinggi warisan budaya leluhur.
“Memang itu sekadar benda, tetapi jika bisa menelaah lebih dalam disitu banyak terkandung nilai-nilai moral dan spiritual yang sangat luhur dan universal,” ucapnya, di sela aksi yang berlangsung di Jalan Pahlawan, Semarang, Kamis (29/9).
Dalam aksinya, mereka mendesak Kapolri segera menuntut tuntas pelaku perusakan patung wayang di Purwakarta untuk diberi hukuman sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mereka juga meminta Gubernur dan Kapolda Jateng segera melakukan upaya antisipatif agar tidak terjadi lagi, khususnya di wilayah Jawa Tengah. Selain itu, mereka juga berharap masyarakat tidak terprovokasi atas kejadian tersebut.
“Jika kita sudah lupa pada akar budaya kita yang penuh nilai dan ajaran hidup yang universal ini, maka tunggulah saat kehancuran kita,” tegasnya.
Sebenarnya aksi perusakan patung wayang tidak hanya sekali terjadi di Purwakarta, awal bulan puasa lalu, sebuah patung wayang yang bertengger di perempatan Jalan Tengah, kota Purwakarta juga dibakar massa.
Wayang, Bayangan, Tuntunan
Aksi-aksi pengeceman dan pengutukan perilaku banal yang dilakukan oknum tidak bertanggungjawab di Purwakarta tersebut tentunya tidak ngawur. Ketua Umum Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Senawangi), Solichin mengatakan, wayang adalah tontonan tetapi sekaligus mengandung tuntunan. Banyak makna dan pesan mendalam yang terkandung dalam kesenian wayang. Pesan dalam wayang, mengacu pada pembentukan budi pekerti luhur.
“Wayang itu bayangan, yakni bayangan hidup manusia, baik kehidupan dari lahir sampai akhir hayat,” jelasnya, dalam seminar “Membangun Nusantara Dengan Filsafat Wayang” di Museum Jawa Tengah Ronggowarsito, Rabu (28/9) lalu.
"Dalam pergelarannya, wayang sanggup memadukan secara serasi beragam seni, seperti seni drama, seni suara, seni sastra, seni tari dengan dalang sebagai sentralnya. Ini menjadikan wayang sebagai kajian unik," kata Solichin.
Setali tiga uang, Prof. Joko Siswanto, Guru Besar Ontologi Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menilai wayang mengandung falsafah kehidupan yang sangat mendasar dan mendalam.
“Hal ini tidak hanya diakui oleh masyarakat Jawa saja, tetapi pengakuan juga datang dari dunia internasional. Unesco, mengakui jika wayang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang adiluhung,” ucapnya.
Ia menilai, selama ini memang sudah banyak kajian kefilsafatan yang menyoroti wayang, namun bisa dipastikan bahwa kajian-kajian yang ada masih kurang, terutama kajian mendasar, seperti ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Masih dalam seminar tersebut, Budayawan Prof Eko Budiharjo menyatakan, bahwa masyarakat Indonesia sepatutnya perlu berbangga hati. Diakuinya wayang sebagai warisan budaya dunia adalah bukti bahwa ajaran nilai dan falsafah yang terkadung dalam wayang sangat dielu-elukan warga dunia.
“Persoalannya, masyarakat Indonesia sebagai negara asal wayang justru kian meninggalkan kesenian wayang. Padalah di dalamnya mengandung banyak ajaran kearifan. seharusnya masyarakat Indonesia mau menimba nilai-nilanya sebagai jati diri bangsa,” tandasnya. sokhibun ni’am/rif
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.