Home » , » Semarang dan perkembangan sastra anak muda terkini

Semarang dan perkembangan sastra anak muda terkini

Written By Harian Semarang on Sabtu, 05 November 2011 | 07.42

Oleh: Ahmad Khairudin (Adin)

MENGUTIP Teeuw, karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya (1980:11). Artinya, karya sastra lahir dari konteks sejarah dan sosial budaya suatu bangsa. Karya sastra lahir juga dari dinamika yang ada di dalamnya sendiri (baca dunia literasi). Tanpa itu semua mustahil dunia sastra ada.

Perkembangan suatu arus kesusastraan dan pemikiran tentu tidak  bisa dilepaskan dari kondisi-kondisi baik infrastruktur maupun suprastruktur suatu negara. Dalam kondisi infrastruktur yan baik tentu akan lebih cepat menghasilkan produk yang baik. Sebaliknya dalam kondisi infrastruktur yang jelek akan menghasilkan hal-hal yang jelek pula atau sekurang-kurangnya percepatan untuk melakukan perubahan yang signifikan akan terhambat.

Mengacu pada konteks lokal, katakanlah Semarang, siapakah yang sebenarnya bertanggjawab terhadap penciptaan infastruktur yang baik ini? Apakah pemerintah selaku pemegang regulasi? Fakultas sastra? Penerbitan? Media massa? Mahasiswa sastra? Kantong-kantong budaya? Dunia penerbitan? Atau siapa?

Tentu tidak akan selesai kalau kita harus menuding satu-persatu siapa yang harus bertanggungjawab. Setidak-tidaknya jawaban paling pragmatis adalah kalau ada fakultas sastra yang masih buka itu artinya masih ada yang membutuhkan. Kalau ada komunitas-komunitas yang masih bertahan itu mungkin indikasi sastra masih perlu ada.

Membaca fenomena sastra di Semarang, harus diakui belakangan terjadi gerakan yang progresif, terutama setelah mewabahnya sosial media. Banyak nama muncul dari jagat maya dan diam-diam tulisannya bagus.
Mereka adalah generasi terkini yang muncul tanpa banyak campur tangan seniornya. Kini mereka tumbuh dan pelan-pelan membuktikan dirinya bahwa di kota yang sering dianggap kuburan seni ini mampu lahir dan bahkan eksis di jagat kesusasteraan. Sebut saja, Ganz Pecandu Kata, Arif Fitra kurniawan, Musyafak Timur Banua, Widyanuri Eko Putra, dan sebagainya.

Kemunculan mereka menjadi angin segar, apalagi banyak di antara nama-nama tersebut mempunyai komunitas. Itu artinya kecenderungan ‘hanya’ menjad penulis tidak menghinggapi generasi terkini. Saya masih percaya di tengah infrastruktur yang berbenah pelan-pelan ini, berserikat tetap lebih menarik daripada diam di kamar sendirian dan tidak peduli apapun selain kegilaan untuk dianggap penulis yang dahsyat.
Penulis adalah Direktur Hysteria – organisasi seni yang bergerak di bidang permberdayaan anak muda berbasis komunitas – beralamat di Jalan Stonen 29, Bendan Ngisor, Semarang atau http://adinhysteria.blogspot.com/
Share this article :

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HARIAN SEMARANG - Ragam - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger